REPUBLIKA.CO.ID, oleh Muhammad Fauzi, Anggota Fraksi Partai Golkar DPR RI .
Berbicara mengenai sistem negara demokrasi tak akan mungkin luput dari pembicaraan menyoal perilaku para aktor atau elit politik, partai politik, serta peran masyarakat sebagai komponen-komponen yang inheren dalam sistem. Hal tersebut dikarenakan ketiganya secara teoretis ditahbiskan untuk berinteraksi secara simultan dalam sistem demokrasi demi tujuan utama untuk menghadirkan jawaban akan tantangan zaman.
Aktor politik -atau ‘elit politik’- merupakan subjek yang pada dirinya melekat pengertian predikatif sebagai pelaku yang secara aktif terlibat dan mempengaruhi dinamika politik praktis. Adapun komponen yang tak terpisahkan dari elit politik adalah masyarakat umum (the mass), yang merupakan hulu sekaligus hilir dari pergumulan politik praktis dalam negara demokrasi.
Di bujur lainnya, partai politik bertindak sebagai kanal antar keduanya (elit politik - masyarakat) dalam sistem demokrasi; terlebih, partai politik adalah salah satu lembaga yang wajib hadir dalam demokrasi! Demokrasi itu sendiri, merupakan sistem tata kelola negara untuk mencapai kemaslahatan bersama (common-good). Pada konteks ke-Indonesia-an, demokrasi dapat dipahami sebagai mekanika politik, eknomi, sosial, dan budaya yang bertumpu pada kedaulatan rakyat dan direpresentasikan oleh elit dalam permusyawaratan. Dengan demikian, demokrasi menjadi ruang dimana segenap elemen masyarakat dimungkinkan untuk menaruh harapan cemerlangnya akan masa depan.
Harapan yang dimaksud tentu bermuara pada cita-cita agung akan terciptanya keharmonisan holistik segenap tumpah-darah bangsa Indonesia yang sangat beragam ini. Mengingat penghuni bangsa ini memang sangatlah heterogen, adalah esensial kiranya untuk mengedepankan prinsip representasi yang proporsional. Demokrasi, seperti yang telah kita ketahui, juga mendalilkan kemajemukan dan keberagaman yang dikelola secara proporsional; tanpa mendiskreditkan golongan ras, gender, agama, atau suku apapun. Ini selaras pula dengan semangat Pancasila yang senantiasa menjadi dasar filosofis perjuangan Partai Golkar.
Dalam rangka menempuh harapan luhur tersebut, Partai Golkar sebagai agen demokrasi yang berupaya menjalin integrasi antara elit politik dan masyarakat berupaya maksimal untuk secara aktif memperjuangkan kepentingan publik (public interest). Karena itu Partai Golkar tidak pernah menghindari perbedaan-perbedaan yang hadir dalam masyarakat oleh karena latar belakang individu yang berbeda-beda. Partai Golkar justru hadir sebagai katalisator di tengah-tengah perbedaan dan polarisasi, untuk mengelola dan memelihara kemajemukan (pluralism): demi Indonesia yang bermartabat, adil, harmonis, dan sejahtera.
Perjuangan Partai Golkar demi mewujudkan cita-cita luhur tersebut ditempuh secara konsisten, dan dengan tak lupa pula merangkul pundak anak bangsa lainnya. Meski tak dapat dipungkiri masih terdapat polemik atau konflik di sana-sini, partai berlambang beringin ini mesti tanpa kenal lelah dan menyerah selalu memperjuangkan eskatologi tersebut.
Tak boleh ada ruang hampa dalam sebuah perjuangan! Sebab perubahan selalu beririsan dengan perkembangan zaman yang ada - tanpa jeda. Oleh karena itu pula, seringkali kita temui bahwa sebuah perubahan tidak dirasakan oleh para pelakunya, tetapi dirasakan oleh para penerusnya; inilah yang kita sebut sebagai ‘warisan politik’ (political legacy). Warisan kebangsaan yang akan kita tinggalkan bagi generasi yang akan datang.
Sebagai partai politik yang telah malang-melintang dalam kontestasi politik di tanah air, Partai Golkar tentu memiliki keinginan untuk menempatkan political legacy-nya pada bangsa ini. Setelah genap berusia 55 tahun, Partai Golkar menggelar perhelatan Musyawarah Nasional (Munas) ke-X yang diselengarakan beberapa waktu lalu, persisnya pada tanggal 3-6 Desember 2019, di Hotel Ritz-Carlton, bilangan Mega Kuningan, Jakarta. Munas ke-X Partai Golkar dibuka secara resmi oleh pidato Presiden Republik Indonesia ke-7, Ir. Joko Widodo, yang mengapresiasi suasana ‘sejuk’ munas kali ini.
Para senior dan petinggi Partai Golkar seperti Abu Rizal Bakrie, Akbar Tanjung, dan Agung Laksono ikut meramaikan perhelatan 5-tahunan ini. Turut hadir pula kolega-kolega politik seperti Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri; Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto; Presiden PKS, Sohibul Iman; Ketua Umum Partai Hanura, Wiranto; Sekjen Partai Nasdem, Johnny G. Plate; dan sederet tokoh politik tanah air ternama lainnya.
Meski tak ‘seriuh’ perhelatan munas di tahun-tahun sebelumnya, Munas ke-X Partai Golkar tetap menyita perhatian publik dengan berbagai dinamika, friksi, dan intrik politik sepanjang perhelatannya. Mulai dari tarik-menarik dalam pencalonan ketua umum antara kubu Airlangga Hartarto dan Bambang Soesatyo, isu internal kepengurusan, isu perhelatan Pilkada 2020, hingga perdebatan tentang masa depan Partai Golkar. Namun, bukan Partai Golkar namanya jika hal-hal tersebut tidak dapat dibahas secara tuntas dalam suasana yang beradab dan demokratis.
Sebagai partai besar yang secara dewasa menerapkan edukasi politik pada publik, Partai Golkar menyediakan ruang partisipasi bagi setiap elemen kepartaiannya untuk dapat berkontribusi demi menghadapi tantangan kemajuan zaman.
Kedewasaan partai beringin terwakili dari sikap legowo salah satu Calon Ketua Umum, Bambang Soesatyo, untuk mundur dari kontestasi hanya beberapa saat sebelum seremoni demi menyatukan internal Partai Golkar. Ini merupakan bukti pengalaman, kedewasaan, dan kearifan Partai Golkar yang telah tahan uji selama 5 dekade bergelut di kancah politik Indonesia. Masih kental kiranya dalam ingatan kita, polemik-polemik dalam munas Partai Golkar di masa lalu yang justru berujung kontra-produktif bagi internal Partai Golkar itu sendiri. Pada Munas ke-X, Partai Golkar telah mengambil pelajaran masa lalu dan mengaplikasikan ilmu dari pengalaman tersebut; partai ini terlalu besar hanya untuk terpecah oleh karena pihak-pihak yang tak mampu menahan syahwat kuasanya.
Hal tersebut merupakan bukti konkret bahwa ada hasrat politis (political will) begitu kuat dari segenap elemen Partai Golkar untuk menjadikan Munas ke-X ini sebagai wahana dan sarana konsolidasi total untuk bersama-sama membangun Partai Golkar mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi yang diselengarakan dengan kaidah-kaidah solidaritas, profesionalitas, akuntabilitas dengan tingkat partisipasi seluruh komponen Partai Golkar.
Mundurnya Bamsoet (panggilan akrab Bambang Soesatyo) hingga menyisakan Airlangga Hartarto sebagai satu-satunya Calon Ketua Umum yang pada akhirnya terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum Partai Golkar 2019-2024 merupakan tonggak sejarah yang sahih bahwa partai ini juga mampu berkorban demi terwujudnya konsolidasi total yang diharapkan. Aklamasi itu sendiri merupakan salah satu alat berdemokrasi dalam menentukan pilihan; aklamasi sama sekali bukan merupakan pertanda kemunduran demokrasi – sebaliknya, merupakan manifestasi demokrasi musyawarah-mufakat khas Indonesia yang telah mengakar kuat dalam tubuh Partai Golkar.
Ketua Umum Partai Golkar terpilih periode 2019-2024, Airlangga Hartarto, dalam paparan visi-misinya menitikberatkan arah tujuan Partai Golkar ke depan sebagai partai politik yang berbasis kader dengan mengutamakan pendekatan riset-ilmu pengetahuan, rasionalitas, yang juga selaras dengan lajur cepat perkembangan peradaban. Airlangga Hartarto juga menegaskan komitmennya pada peningkatan kualitas dan kapabilitas kader-kader Partai Golkar dengan mengedepankan program-program pelatihan dan pembekalan khusus bagi mereka yang ingin secara langung terjun ke dunia politik praktis sebagai pejabat publik. Tak hanya sampai di situ, Airlangga Hartarto yang juga merupakan Menko Perekonomian di Kabinet Kerja Jilid II ini pula memberikan porsi perhatian khusus bagi para pemilih pemula (millennials dan generasi z), juga kaum Hawa untuk dapat berpartisipasi dalam konstelasi politik demokrasi di Indonesia.
Ia ingin memastikan setiap kalangan dapat terakomodir sehingga memiliki kesempatan, akses, dan representasi yang adil dan proporsional untuk dapat berkontribusi secara maksimal dalam seluruh lini, baik itu di internal maupun eksternal Partai Golkar. Ini tentu mesti ditunjang dengan sistem kaderisasi Partai Golkar yang integral, intensif, efektif, dan efisien.
Visi-misi tersebutkan dimanifestasikan secara konkret ke dalam bentuk program-program prioritas yang secara koheren sejalan dengan semangat revitalisasi organisasi, transformasi modern, dan pengunaan platform digital, seperti: ‘Golkar Academy’, ‘Gerakan Golkar Bersih’, ‘Pilkada 2020 Tanpa Mahar’, ‘Golkar Setia Warisan Reformasi’, dan lain-lain. Airlangga juga menekankan pentingnya menjalin komunikasi berjenjang yang berkesinambungan antar kader Partai Golkar baik di daerah dan pusat, baik yang duduk pada jabatan eksekutif maupun legislatif. Dengan demikian, Partai Golkar dapat berkontribusi lebih untuk membuka lapangan pekerjaan, mengentaskan kemiskinan, dan meningkatkan kualitas SDM, dalam rangka membangun Indonesia maju.
Jika kiranya hal-hal tersebut betul dapat dijalankan -maka, Insya Allah- Partai Golkar bukan saja hanya dapat berpartisipasi dalam melahirkan pemimpin masa depan (elit politik) yang berkualitas. Sekaligus juga, Partai Golkar dapat melakukan apa yang disebut sebagai modernisasi pengelolaan basis massa politik, dengan cara memadukan kearifan para sesepuh dengan semangat para pemuda demi kemaslahatan bersama (common-good) dalam bingkai ke-Indonesia-an yang demokratis.
Adapun semua proyeksi optimis tersebut tidak mungkin bisa terwujud bila hanya digantungkan kepada seorang Ketua Umum saja. Adalah krusial bagi seluruh elemen Partai Golkar tanpa terkecuali untuk merapatkan barisan, menyatukan harapan, dan mencurahkan segala kemampuan.
Modal utamanya tidak lain adalah karakter solid para kader partai untuk saling bahu-membahu berbagi peran; meminimalisir kelemahan dan memaksimalkan kekuatan. Tentu pula tanpa lupa diiringi dengan hamparan doa berbait optimisme kepada Allah; Tuhan Yang Maha Esa dan Kuasa agar diberikan petunjuk dan bimbingan dalam menjalankan tanggung jawab sebagai sebuah partai politik yang tak hanya mewadahi elit, tapi juga masyarakat luas.
Kontestasi adalah hari kemarin, hari ini adalah waktunya untuk konsolidasi. Golkar solid, pemerintah stabil, Indonesia maju!
Selamat kepada Ketua Umum Partai Golkar terpilih periode 2019-2024, Bapak Airlangga Hartarto.
Selamat bekerja Pak Ketum!
Semoga kita semua selalu dalam lindungan-Nya. Amin.
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Golkar: Waktunya Konsolidasi"
Post a Comment