Oleh: Setiardi, Jurnalis Senior
Inilah kisah soal liku-liku pelarangan jilbab di tahun 1982. Cerita ini kisahkan Majalah Panji Masyarakat yang dahulu didirikan oleh Buya Hamka. Kisahnya begini, empat siswi SMA Negeri 68 Jakarta dikeluarkan dari sekolah. Mereka dianggap melanggar aturan tentang seragam sekolah. Keempat siswi itu rupanya ngotot mengenakan jilbab, seperti keyakinan mereka atas ajaran agama Islam.
Dan kita tahu, saat itu rezim Orde Baru (Orba) alergi dengan simbol-simbol Islam. Pemecatan terjadi di banyak tempat. Bahkan ada yang diinterogasi di markas tentara karena memakai jilbab.
Seperti tak ingin lengah, Pemerintah Orba makin menegaskan larangan penggunaan jilbab di sekolah negeri. Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah mengeluarkan SK 052/C/Kep/D.82 tentang seragam sekolah. Intinya: tak ada ruang bagi pengguna jilbab di sekolah negeri. Yang bersikukuh menerapkan keyakinannya itu akan dikeluarkan dari sekolah.
Cerita selanjutnya makin seru. Bahkan kemudian muncul rumor soal 'jilbab beracun', yakni perempuan berjilbab yang menebar racun di pasar-pasar. Awal kisah ini di Pasar Rawu, Banten. Seorang perempuan dihajar massa dengan tuduhan menyebar racun di bahan makanan. Tudingan yang absurd. Saya duga itu untuk stigma negatif. [Apakah soal crossgender bercadar saat ini juga untuk stigma negatif? Entahlah].
Tapi rakyat bergerak. Demonstrasi menentang larangan jilbab merebak. Rejim tak mungkin melawan gelombang massa yang menguat. Terlebih, dinamika politik bergerak. Pendulum menuju ke kanan, mencari keseimbangan baru. Presiden Soeharto kemudian makin 'akrab' dengan kalangan Islam. ABRI, kekuatan utama Soeharto, makin didominasi tentara 'hijau'.
Akhirnya pada 1991 Pemerintah secara resmi menguarkan SK Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah soal seragam sekolah yang baru. Siswi diperbolehkan memakai jilbab.
Nah. kini muncul lautan jilbab. 9 dari 10 eks teman sekolah perempuan kini berjilbab. Terlihat saat acara reuni atau arisan. Tak cuma itu, saat ini saya punya teman karib di TNI, seorang perwira menengah berpangkat Letkol, teman Facebook juga, yang mengenakan jilbab. Semua baik-baik saja. Dunia tak menjadi kiamat. Padahal dulu membayangkannya pun rasanya muskil.
Lalu apa moral cerita di atas? Tak ada yang abadi. Jika kini ramai soal larangan cadar dan celana cingkrang di instansi pemerintah [atas nama aturan seragam resmi], bisa saja suatu saat akan berubah. Dan bukan mustahil, anak-cucu para pejabat yang kini melarang cadar dan celana cingkrang itu justru memakainya. Tak ada yang bisa menebak masa depan!...
from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2N6nvXWBagikan Berita Ini
0 Response to "Kisah Pelarang Jibab di Tahun 1980-an"
Post a Comment