Oleh: Benny Ohorella, Penulis dan Penikmat Sejarah
"Baju besi, barangkali itu kekurangan pasukan kita ketika berhadapan dengan pasukan Eropa pada masa-masa awal,'' kalimat ini meluncur pada komandan tempur pasokan Kesultanan Malaka saat mereka melawan ekspansi penaklukan oleh Portugis di wilayahnya pada tahun 1511 M.
Kalimat tersebut memang benar karena baju besi memang sangat tidak nyaman dipakai di cuaca tropi karena membuat bahan akan kepanasan dan tubuh merasa seperti panas terpanggang. Sehingga orang-orang para tentara di wilayah tropis pun kala itu tak berminat mengembangkan baju pelindung perang ini. Dan kisah Penaklukan Malaka ini bisa menjadi contoh imbas dari baju besi yang kala itu menjadi pelindung tubuh setiap prajurit Eropa dari serangan senjata tajam.
Kala itu, akhir bulan Agustus 1511, setelah sebulan bertempur, Portugis akhirnya bisa merebut Malaka, membumihanguskan istana dan masjid Sultan dan banyak rumah-rumah orang Melayu. Sang komandan pasukan Portugis, Alfonso de Albuquerque, pun mulai membersihkan kota.
Dari dalam kota, selain puing-puing dan mayat para penduduk dan serdadu Malaka yang bergelimpangan, Albuquerque juga menemukan gudang senjata dan gudang perbendaharaan harta negara. Dari gudang harta, Albuquerque merampas ribuan keping emas dan perak.
Bahkan begitu besarnya rampasan, walaupun setiap prajurit Portugis diberikan 4000 koin dan perwira diberikan 30.000 koin, Albuquerque masih bisa memberikan kepada Raja Portugis 200,000 koin.
Sebagai perbandingan, pendapatan seorang bangsawan rendahan Portugis ketika itu per tahun rata-rata hanya 1000 koin. Belum lagi begitu banyak perhiasan emas dan intan permata, di antaranya ada 4 patung Singa terbuat dari emas murni.
Dari mayat-mayat serdadu Malaka yang bergelimpangan dan gudang senjata, pasukan Portugis menemukan hampir semua memegang senjata api jenis senapan, selain keris atau parang. Demikian pula dari berbagai tempat pertahanan (semacam bunker/benteng kecil) ataupun benteng Malaka, terdapat ratusan meriam berbahan besi dan kuningan.
Semua senjata api itu menurut para pakar militer Portugis, separuhnya sekualitas dengan meriam atau senjata api Eropa. Namun anehnya, tak ada prajurit Malaka yang menggunakan helm ataupun baju besi seperti tentara Portugis.
Melihat hal itu dengan mengacu pada jalannya pertempuran, para perwira Portugis menilai bahwa pasukan Melayu kurang terlatih atau kurang informasi karena banyak sekali tembakan meriam ataupun senapan mereka yang meleset, ataupun tertahan oleh helm dan baju besi Portugis.
Selai itu para komandan Portugis pun merasa bila pasukan Malaka kurang informasi bahwa baju tentara Portugis tidak bisa ditembus peluru senapan dari jarak jauh. Sebaliknya hampir setiap tembakan tentara Portugis akan menewaskan tentara Malaka.
Hal itu, belum lagi adanya taktik berperang pasukan Portugis yang maju perlahan dengan barisan pike (tombak panjang) dengan pasukan membawa musket di sela-selanya, sepertinya belum pernah dilihat pasukan Malaka. Pasukan Malaka hanya bisa membunuh tentara Portugis dengan panah beracun ataupun perkelahian jarak dekat, ketika sabetan keris ataupun parang bisa menyasar leher, ketiak, paha ataupun muka prajurit Portugis yang tidak terlindungi baju besi.
Akibatnya, ketika pertempuran selama hampir sebulan itu berakhir, korban tewas di pihak Portugis cuma sekitar 30 orang, dan korban luka ratusan. Ini pun rata-rata kena tembakan di tangan atau kaki, bagian-bagian tubuh yang tidak dilindungi baju besi. Sedangkan korban tewas di pihak pasukan Malaka sampai ribuan.
Jadi selain, bombardemen meriam dari kapal-kapal Portugis dengan mengacu pada jumlah dan fleksibilitas melalui tembakan meriam dari sebuah kapal, ternyata hasilnya jauh lebih unggul dibandingkan dari sebuah benteng. Ini di dapat dari analisa situasi di awal pertempuran di mana Portugis melakukan gempuran meriam dari kapal lebih dari seminggu sebelum akhirnya menurunkan pasukan darat.
Namun, para komandan pasukan Eropa itu juga mengakui kemenangan dan sedikinya korban karena hampir semua prajurit dilengkapi baju besi. Hal ini juga menjadi salah satu faktor penentu utama kemenangan perang yang mereka lakukan di Malaka. Dan dalam sejarah ini, kemenangan ini juga menjadi penentu eksistensi penjajahan orang Eropa (Inggris, Belanda, Spanyol, Portugis) di kawasan Asia Tenggara.
Ekspedisi armada Kesultanan Demak dari Jawa misalnya pun kemudian gagal tol ketika hendak merebut kembali Malaka dari Portugis. Bahkan, mereka sempat mengadakan penyerbuan sebanyak dua kali ke sana. Kapal perang dari Jawa di pimpin oleh Pati Unus yang kemudian terbunuh dalam pertempuran dan mendapat julukan sebagai 'Pangeran Sabrang Lor'.
from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2WHCi1MBagikan Berita Ini
0 Response to "Kisah Baju Besi Dalam Tragedi Penaklukan Malaka Tahun 1511 M"
Post a Comment