REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah memang telah menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 64 Tahun 2017 tentang impor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) menjadi Permendag Nomor 77 Tahun 2019. Hanya saja regulasi tersebut dinilai rentan mengalami kebocoran impor.
Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti mengungkapkan, beleid tersebut belum bisa menjamin bahwa impor produk TPT melalui Pusat Logistik Berikat (PLB) berkurang. Alasannya revisi Permendag yang ada masih memperbolehkan impor melalui PLB, kendati saat ini perlu Persetujuan Impor (PI) TPT.
"Importir nakal masih bisa melakukan pelanggaran dalam PLB, karena masuknya kan lewat sana," kata Esther, di Jakarta, Rabu (30/10).
Kinerja industri tekstil terkoreksi tajam mulai 2016 hingga kuartal II 2019. Hal ini seiring dengan meningkatnya impor tekstil yang terus membanjiri sehingga membuat industri tekstil dalam negeri berguguran karena tak mampu melawan tarif impor yang jauh lebih murah.
Ikatan Ahli Tekstil Indonesia (Ikatsi) Suharno menyampaikan, kapasitas produksi tekstil dalam negeri masih sangat rendah. Mulai dari produksi pembuatan benang hingga spinning, jika dirata-rata menurutnya kapasitas produksi industri hanya mencapai 50 persen.
“Kapasitas industri kita masih sangat rendah,” kata Suharno.
Jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya, kapasitas produksi tekstil Indonesia pasca-banjirnya tekstil impor sangat kontras. Dia mencatat, kapasitas produksi tekstil di negara-negara yang masih memberlakukan impor tekstil masih bertumbuh, seperti Vietnam sebesar 70-80 persen dan Bangladesh sebesar 80-84 persen.
Selain banjirnya impor tekstil, menurut dia pemerintah juga lalai dalam melakukan vokasi terhadap sektor industri tekstil. Ke depan dia meminta pemerintah juga melindungi ekosistem industri tekstil dengan melakukan penguatan di bidang sumber daya manusia (SDM).
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Regulasi Diperketat, Impor Tekstil Justru Rentan Bocor"
Post a Comment