REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menjaga Alquran dengan menghafal sebetulnya telah diterapkan oleh Rasulullah. Nabi Muhammad merupakan seorang yang ummi.
Acapkali Jibril menyampaikan wahyu dari langit, Rasulullah akan segera menghafalnya. Hafalan Rasulullah pun mendapat jaminan dari Allah sehingga tak akan pernah luput sehuruf pun.
"Janganlah kamu menggerakan lidahmu untuk (membaca) Alquran karena hendak cepat-cepat menguasainya, sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya," firman Allah dalam surah al-Qiyamah ayat 16--17.
Allah berfirman, "Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Alquran, dan sesungguhnya Kami yang benar-benar memeliharanya," surah al-Hijr ayat 9.
Allah menjamin terpeliharanya Alquran hingga kini dan hingga hari kiamat nanti melalui para hafiz dan hafizah. Dari ingatan merekalah ayat-ayat Allah terjaga kemurniannya. Merekalah orang-orang terpilih yang mendapat tugas sebagai pemelihara kitab suci.
Gaya menghafal ini pun kemudian diteruskan oleh para sahabat. Di tanah Arab, budaya menghafal memang lebih diagungkan ketimbang budaya menulis. Sejak era kuno, masyarakat Arab terbiasa menghafal syair-syair indah. Dengan budaya seperti itu, daya hafal bangsa Arab pun lebih tajam dibanding bangsa lain.
Alhasil, meski Rasulullah seringkali meminta sahabat untuk menuliskan ayat Allah, tulisan tak menjadi sumber utama. Daya ingat para sahabatlah yang menjadi pemelihara Alquran. Hampir semua sahabat Rasulullah menghafal ayat Quran dengan teliti dan pemahaman yang sempurna.
Namun, setelah wafatnya Rasulullah, banyak peperangan terjadi. Para sahabat gugur satu per satu di medan perang. Hingga di era kekhalifahan Usman bin Affan, jumlah para penghafal Alquran benar-benar tinggal hitungan jari, terutama setelah perang Yamamah. Maka, sejak itulah Alquran mulai dikumpulkan dan dibukukan oleh Khalifah Usman.
Proses pengumpulan Alquran ini tentu tidak mudah. Khalifah Usman mencari sahabat Rasulullah yang hafiz dan kuat hafalannya. Zaid bin Tsabitlah yang kemudian terpilih memimpin proyek mulia tersebut.
Sebetulnya, pengumpulan Alquran telah digalakkan sejak era kekhalifahan Abu Bakar. Zaid bin Tsabit dipanggil untuk menghimpun Alquran dengan mengumpulkan para hafiz. "Demi Allah, seandainya mereka memintaku untuk memindahkan gunung dari tempatnya, itu lebih mudah bagiku daripada menghimpun Alquran," ujar Zaid saat diamanahi tugas tersebut.
Maka ditulislah beberapa mushaf Alquran. Di masa Khalifah Usman, mushaf-mushaf tersebut baru dikumpulkan. Lagi-lagi, Zaid yang mendapat tugas itu kembali. Di kalangan sahabat dan tabi'in, Zaid memang terkenal sebagai sekretaris Rasulullah. Saat Nabi Muhammad masih hidup, Zaid banyak menuliskan surat kenegaraan hingga kalamullah. Maka tidak mengherankan jika dia yang mendapat amanah tersebut. Belum lagi keutamaannya yang sangat dekat dengan Rasulullah dan mengemban tugas sebagai hafizul Quran.
Bahkan, saat pemerintahan Islam berdiri di Madinah, Tsabit pula yang menjadi ketua tim qari. "Para sahabat nabi tahu betul kalau keilmuan Zaid bin Tsabit sangat menonjol," ujar Ibnu Abbas.
Demikian juga Ibnu Abbas. Dia juga merupakan seorang penghafal Quran. Ia bahkan telah menghafal seluruh Quran di usia yang sangat belia mengingat ia telah menjadi pengikut setia Rasulullah sejak masih kanak-kanak. Hanya saja, Ibnu Abbas lebih ternama dengan banyaknya hadis Rasul yang ia riwayatkan. Alhasil, dia pun memiliki kemampuan tinggi dalam menafsirkan ayat Quran. Ibnu Mas'ud bahkan menyebut Ibnu Abbas sebagai ahli tafsir terbaik.
Terdapat pula nama Ubai Bin Ka'ab. Selain Zaid bin Tsabit, Ubai pun pernah menjadi sekretaris Rasulullah. Bersama Zaid, Ubai sangat rajin menulis kalamullah. Zaid dan Ubai berada di bawah pengawasan Rasulullah saat menulis Quran. Umar bin Khattab bahkan menyebut Ubai sebagai qari terbaik. Khalifah Umar juga berkata, "Barang siapa yang hendak menanyakan tentang Alquran, datanglah ke Ubai."
Masih banyak nama-nama sahabat Rasulullah yang merupakan hafizul quran. Para Khulafaur Rasyidin pun merupakan para penghafal Alquran. Sebagaimana disebut sebelumnya, hampir seluruh sahabat Rasulullah merupakan penghafal Alquran.
Dari para sahabat, tradisi menghafal Alquran terus diwariskan. Bahkan, ketika Alquran telah ditulis dan dikumpulkan, tradisi tersebut tak pernah sirna. Tak hanya di tanah Arab, Muslimin di negara lain pun berusaha bisa menghafal Alquran mengingat keutamaan yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya. Dari semangat menghafal Alquran inilah Allah menjaga kalam-Nya terus murni hingga hari akhir.
from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2M2Uxo4Bagikan Berita Ini
0 Response to "Menghafal Quran Sejak Era Sahabat"
Post a Comment