REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memandang pengelola televisi di Tanah Air masih berpatokan pada besaran rating dalam memproduksi tayangan-tayangannya. Padahal di satu sisi masyarakat membutuhkan program-program televisi yang berkualitas dan mendidik, terlepas dari seberapa tinggi rating yang didapat.
"Masyarakat menginginkan isi siaran yang menginspirasi, menggugah kreativitas serta mendorong produktivitas," kata Koordinator Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran (PS2P) KPI, Agung Suprio, dalam paparan Survei Indeks Kualitas Program Siaran Televisi 2018 di Padang, Sumatra Barat, Jumat (31/8).
KPI menginisasi survei indeks kualitas program siaran televisi untuk metekan kualitas pertelevisian Tanah Air. Survei ini dilakukan di 12 provinsi dengan melibatkan 120 praktisi dan ahli di dunia penyiaran, serta menggandeng 12 perguruan tinggi negeri.
Agung menyebutkan, survei ini menyajikan penilaian untuk delapan kategori program siaran, yakni program berita, talkshow, infotainment, program anak, religi, wisata budaya, sinetron, dan variety show.
"Hasil survei periode pertama (Januari-Maret 2018) menunjukan dari delapan kategori program siaran, baru empat program siaran yakni wisata budaya, religi, anak dan talkshow yang memenuhi standar kualitas KPI," ujar Agung.
Survei lanjutan akan mulai dilakukan dengan merangkum seluruh hasil survei dari 12 provinsi. Untuk di Sumbar sendiri, KPI menunjuk FISIP Universitas Andalas sebagai mitra dalam menggelar survei ini.
Salah satu praktisi komunikasi di Tanah Minang, Sumartono Mulyo Diharjo menambahkan bahwa konsep pers yang dianut Indonesia adalah social responsibility pers. Maksudnya adalah pers dan media memiliki tanggung jawab sosial terhadap dampak dari isi siaran.
"Selama ini media kita hanya terpaku pada hasil lembaga survei AC Nielsen yang lebih berorientasi kepada rating," kata dia.
Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, saat melantik Komisioner KPID Sumbar pekan lalu sempat mengatakan bahwa tugas Komisioner KPI Daerah semakin berat karena berkembangnya media baru seperti Youtube dan sejenisnya.
"Dalam undang-undang penyiaran, disebutkan dalam 24 jam siaran televisi, 10 persen diantaranya harus berisi konten daerah," kata dia.
Andre menyebutkan bahwa pemerintah daerah berhak meminta KPID untuk memastikan konten lokal di TV Nasional yang menggunakan frekuensi publik, ditayangkan sesuai undang-undang penyiaran.
from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2NA7UhcBagikan Berita Ini
0 Response to "KPI: Televisi Indonesia Masih Berkiblat kepada Rating"
Post a Comment