REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ani Nursalikah*
Bentrokan antara polisi dan pengunjuk rasa di negara bagian Assam, India memakan korban jiwa. Sebanyak dua nyawa melayang. Menurut polisi, mereka meninggal karena terjebak api di kota Guwahati.
Guwahati merupakan ibu kota Assam. Kamis lalu, pasukan militer dan paramiliter India diterjunkan ke dua negara bagian, Assam dan Tripura. Di Guwahati, otoritas memutus jaringan internet selama waktu yang belum ditentukan dan menerapkan jam malam.
Namun, ribuan orang melanggar jam malam itu setelah organisasi mahasiswa All Assam Students Union (AASU) meminta warga berkumpul. Selebritas setempat bahkan ikut bergabung.
Jelang akhir acara, polisi membubarkan dan menembakkan gas air mata. Sebelumnya, di pagi hari, polisi mencoba menghentikan protes dengan menembakkan gas air mata dan senjata kejut.
Di Assam dan Tripura, pengunjuk rasa yang marah berjalan menyusuri kota pada Rabu malam hingga Kamis. Mereka membawa obor, membakar ban, dan tumpukan kardus. Aksi protes terhadap pengesahan RUU Kewarganegaraan meluas ke sejumlah negara bagian.
Sebabnya, Presiden Ram Nath Kovind telah menandatangani UU Amandemen Kewarganegaraan (CAB). Padahal, saat masih berada di parlemen, RUU tersebut sudah ditentang habis-habisan.
CAB bertujuan memberi amnesti kepada imigran ilegal yang beragama Hindu, Budha, Sikh, Kristen, Parsis, dan Jain, kecuali Muslim dari tiga negara, yakni Afghanistan, Bangladesh, and Pakistan. Ini merupakan pertama kalinya di India syarat menjadi warga negara didasarkan pada agama. Perdana Menteri Narendra Modi telah meminta publik untuk tenang.
Kritik yang berdatangan dari seluruh India menyebut UU tersebut diskriminatif terhadap Muslim dan menyalahi konstitusi India yang sekuler. Migrasi ilegal dari Bangladesh telah lama menjadi kekhawatiran di timur laut India.
Assam dan Tripura berbatasan dengan Bangladesh. Sebagian warga menganggap datangnya orang asing sebagai ancaman terlepas dari agamanya.
Bagi sebagian yang lain, sentimen anti-imigran terkait erat dengan agama. Sepertiga dari 32 juta warga Assam adalah Muslim atau yang tertinggi kedua setelah Kashmir. Warga Assam sangat multi-etnis. Kewarganegaraan dan identitas menjadi permasalahan yang kerap diperdebatkan.
Sejatinya Islam adalah agama minoritas di India. Saat ini, total pemeluk Islam di India mencapai 151 juta jiwa atau 13,4 persen dari total penduduk negara itu. Dengan jumlah Muslim sebanyak itu, India menjadi negara dengan populasi Muslim terbesar ketiga setelah Indonesia dan Pakistan.
Di bawah kepemimpinan Modi yang seorang nasionalis Hindu, Muslim seakan kian terhimpit. Sebuah laporan dari Human Rights Watch pada Februari 2019 menemukan antara Mei 2015 hingga Desember 2018, setidaknya 44 orang tewas di 12 negara bagian India. Dari jumlah tersebut, 36 diantaranya adalah Muslim.
Dalam laporan tahunannya, Ketua Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Michelle Bachelet menyuarakan keprihatinan atas meningkatnya pelecehan dan penargetan kaum minoritas di India. Pelecehan khususnya terjadi pada Muslim dan orang-orang dari kelompok yang secara historis kurang beruntung dan terpinggirkan, seperti Dalit.
Mari kita lihat sejumlah kebijakan Modi. Salah satu yang kontroversial adalah mencabut pasal 370 Kashmir. Keputusan tersebut memicu kerusuhan berdarah. Jaringan internet dan jam malam diberlakukan. Bahkan, Kashmir hingga kini belum sepenuhnya pulih. Penduduknya yang mayoritas Muslim masih takut keluar rumah.
Pencabutan pasal 370 berarti mencabut status otonomi khusus Kashmir. Dengan menghapus Pasal 370 pemerintah berharap dapat mengubah demografi mayoritas Muslim di wilayah Kashmir yang dikuasai India. Pemerintah akan membuka kesempatan bagi penduduk baru India yang mayoritas Hindu bermukim di wilayah itu.
September lalu, India menerbitkan National Register of Citizens (NRC) terakhir, sebuah daftar warga asli di negara bagian Assam. Namun, data terbaru itu tidak termasuk hampir dua juta orang sehingga mereka dapat dianggap tidak memiliki kewarganegaraan.
Pemerintah India mengatakan melakukan operasi besar-besaran untuk mendeteksi dan mendeportasi imigran tanpa dokumen dari Bangladesh. Namun, kritikus memandang operasi tersebut sebagai upaya mendeportasi jutaan Muslim.
Daftar ini juga akan mencakup mereka yang masuk daftar pemilih India atau dalam dokumen lain yang disetujui pemerintah hingga 24 Maret 1971, sehari sebelum Bangladesh memisahkan diri dari Pakistan.
Pada 9 November lalu, Mahkamah Agung India memutuskan situs bersejarah Masjid Ram Janmabhoomi-Babri di Ayodhya dikelola lembaga pemerintah untuk dibangun sebuah kuil Hindu. Sementara itu, pengadilan memberikan sebidang tanah terpisah di kota yang sama kepada kelompok Muslim untuk membangun masjid baru.
Perselisihan mengenai situs Masjid Babri di kota Ayodhya di negara bagian Uttar Pradesh telah berlangsung selama lebih dari 70 tahun. Orang Hindu percaya Dewa Ram, dewa perang, lahir di tempat itu dan seorang penguasa Muslim Mughal membangun sebuah masjid di atas sebuah kuil di sana.
Akibat sengketa ini, kerusuhan pecah pada Desember 1992 setelah penghancuran masjid yang memicu kekerasan komunal. Dampaknya, sekitar 2.000 orang, kebanyakan Muslim, terbunuh dalam peristiwa tersebut.
Ada baiknya, kita lihat soal latar belakang Modi. Modi adalah ketua Bharatiya Janata Party (BJP). Partai ini berhaluan Hindu nasionalis dan kerap menampilkan Muslim sebagai musuh.
Pria kelahiran 17 September 1950 ini disebut memiliki peranan besar dalam kekerasan berdarah di Gujarat. Ia dikritik secara keras karena dianggap tidak melakukan sesuatu untuk menghentikan kerusuhan.
Dalam kerusuhan yang terjadi di negara bagian India itu, lebih dari 1.000 warga Muslim tewas. Kerusuhan Gujarat menjadi kerusuhan terparah dalam sejarah India sejak merdeka dari Inggris pada 1947. Saat peristiwa berlangsung, Modi menjabat sebagai menteri utama di negara bagian Gujarat.
Sebagai minoritas, kaum Muslim di India memang rentan. Terlepas dari sejumlah peristiwa diskriminatif besar yang mendapat perhatian, banyak kita dengar soal pedagang daging sapi Muslim yang dipukuli hingga babak belur hingga pemerkosaan.
Meski jumlahnya terbesar ketiga di dunia, literasi Muslim India juga masih minim. Buta huruf adalah masalah utama bagi komunitas Muslim di India. Ini juga disebabkan salah satunya karena kemiskinan.
*) penulis adalah jurnalis republika.co.id
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Narendra Modi, India, dan Muslim Makin Terhimpit"
Post a Comment