REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Prof Yunahar Ilyas berpendapat, akan lebih tepat jika Bisyaroh itu datang dari atas untuk bawahan. Menurutnya, jika bawahan yang memberikan ke atasan seperti ada udang di balik batu.
"Terbalik jika anak buah memberikan atasan. Seharusnya atasan yang kasih hadiah sama bawahan. Kalau untuk atasan pasti ada maunya. Beri saja suvenir yang berkesan,"ujarnya kepada Republika.co.id, Jakarta, Kamis (30/5).
Menurut ulama kelahiran Bukittinggi, Sumatra Barat itu hukum Bisyaroh atau tanda terimakasih seperti kasus anak buah memberikan kepada atasan hukumnya adalah syubhat. Syubhat keadaan yang samar tentang kehalalan atau keharaman dari sesuatu.
Sebelumnya, terkait kasus jual beli jabatan di Kemenag yang menyeret nama Haris Hasanudin dan Romahurmuziy membawa istilah Bisyaroh untuk membantah tuduhan yang ditujukan kepada Haris Hasanudin.
Pengacara Haris Hasanudin, Samsul Huda Yudha mengatakan, pemberian uang senilai total Rp 70 juta untuk Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dan Ketua Umum PPP non-aktif Romahurmuziy alias Romi bukan ditujukan sebagai fee melainkan sebagai bisyaroh.
Pemberian uang untuk Lukman terungkap dalam pembacaan dakwaan untuk Haris yang dibacakan jaksa KPK pada hari ini.
from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2QzBTs3Bagikan Berita Ini
0 Response to "Ini Penjelasan Waketum MUI Soal Bisyaroh"
Post a Comment