Search

Harga Cabai di Petani Mulai Membaik

Penurunan produksi menjadi faktor utama pendorong perbaikan harga cabai.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Harga komoditas cabai pada tingkat petani mulai menunjukkan perbaikan setelah sebelumnya anjlok hingga 50 persen dari harga standar penjualan di petani. Penurunan produksi menjadi faktor utama pendorong perbaikan harga cabai.

Ketua Asosiasi Champion Cabai Indonesia Tunov Mondro Atmodjo mengatakan, saat ini harga cabai rawit merah dan cabai keriting merah mulai naik menjadi Rp 13-14 ribu per kilogram (Kg) dari posisi bulan lalu yang hanya Rp 6.000-Rp 7.000 per Kg. Harga tersebut merupakan rata-rata harga cabai di tingkat petani untuk seluruh sentra cabai di Indonesia.

“Stok sudah mulai ada penurunan karena panen berkurang.  Tapi bukan berarti stok untuk konsumen kurang. Stok tetap mencukupi untuk kebutuhan bulan puasa dan lebaran,” kata Tunov saat dihubungi Republika.co.id, Sabtu (4/5).

Dari segi permintaan, Tunov mengatakan, untuk di tingkat petani masih cenderung stabil. Meski memasuki satu pekan sebelum Ramadhan, belum ada tanda-tanda kenaikan permintaan yang signifikan. Itu sebabnya, harga cabai cenderung stabil.

Kendati demikian, Tunov mengatakan, harga dari dua jenis komoditas cabai itu masih di bawah harga standar agar petani dapat mengambil keuntungan. Ia menjelaskan, harga break event point (BEP) cabai keriting merah di petani sebesar Rp 15 ribu per Kg. Adapun BEP cabai rawit merah antara Rp 16-17 ribu per Kg.

Kondisi itu berbanding terbaik di pasar tradisional. Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), rerata harga cabai merah keriting hingga Jumat (3/5) terus mengalami kenaikan menjadi Rp 36 ribu per Kg. Sementara cabai rawit merah cenderung tinggi Rp 42.800 per Kg.

“Disparitas harga jauh. Bahkan di beberapa daerah ada yang sampai Rp 60 ribu per kilogram. Makanya kami minta Kementerian Perdagangan, kalau ada kenaikan harga cabai jangan hanya menekan petani. Tapi selesaikan kasus per kasus,” kata Tunov.

Tunov mengatakan, masalah tingginya harga cabai di pasar kali ini bukan bersumber dari mahalnya harga cabai dari petani. Namun, lebih kepada masalah distribusi yang bermasalah. Khusus di Jakarta, ia menyebut masalah banjir yang terjadi pada pekan lalu turut menghambat proses distribusi sehingga mendorong kenaikan harga.

“Jangan harga eceran di pasar naik terus petani yang disikat. Satgas Pangan dan Kemendag jangan hanya mengejar petani kalau ada masalah harga di pasar,” ujarnya.

Sebelumnya, pada April lalu petani mengeluhkan rendahnya harga cabai akibat produksi yang melimpah namun tidak disertai dengan akses pasar yang memadai. Padahal, produksi ditambah demi mengamankan pasokan untuk memenuhi kebutuhan Ramadhan dan lebaran.

Rata-rata harga untuk kedua jenis cabai itu anjlok hingga Rp 6.000-Rp 7.000 per Kg. Jatuhnya harga tersebut sudah berlangsung sejak Januari lalu. Harga normal cabai merah keriting dan cabai rawit merah berdasarkan modal dan rata-rata produktivitas per hektare. Saat ini rata-rata produktivitas cabai semua jenis sekitar lima ton per hektare.

Sementara, modal yang dikeluarkan untuk satu kali tanam di lahan seluas satu hektare sekitar Rp 75 juta. Dengan kata lain, harga Rp 15 ribu per Kg setidaknya baru dapat menutupi modal petani.

Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Abdullah Mansuri menilai banyak masalah yang terjadi pada komoditas cabai dari segi sistem produksi, distribusi, hingga di pasar. Mansuri menuturkan, ada beberapa pihak, khususnya pedagang besar yang berada di luar pasar yang sengaja mempermainkan harga.

“Saya tidak menafikan ada beberapa pihak yang sengaja memainkan harga. Tapi bukan pedagang kecil,” ujar dia.

Karena itu, Mansuri mengatakan, tugas pemerintah masih banyak untuk menyelesaikan persoalan cabai dari hulu ke hilir. Pemerintah perlu membenahi rantai pasok yang membuat harga dari hulu ke hilir naik dua kali lipat.

Let's block ads! (Why?)

from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2Lw4SxI

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Harga Cabai di Petani Mulai Membaik"

Post a Comment

Powered by Blogger.