REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sejumlah relawan dan pegiat politik mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencoret 17,5 juta nama yang diduga invalid dalam daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2019. Presidium Asosiasi Perguruan Tinggi Seluruh Indonesia (APTISI) Adhyaksa Dault menlai data invalid versi Badan Pemenangan Nasional (BPN) 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno tersebut, mengancam prinsip pemilu yang jujur dan tanpa kecurangan.
Adyaksa mengatakan, dampak dari persoalan pemilih invalid mulai terasa dengan molornya waktu KPU mengumumkan DPT final untuk Pemilu 2019. Semestinya, KPU merilis DPT Pemilu 2019 pada 17 Maret. Akan tetapi, klaim 17,5 juta daftar pemilih invalid sorongan BPN, menjadi salah satu kendala lamanya KPU menetapkan DPT akhir.
"Masyarakat sampai hari ini menantikan kapan DPT ini selesai. Saran saya dihapuskan saja yang 17,5 juta pemilih (invalid) itu, karena menjadi sumber masalah dan kecurangan," ujar Adyasksa saat diskusi DPT Bermasalah Seknas Prabowo-Sandi di Jakarta, Selasa (2/4).
Menurutnya, jika 17,5 juta pemilih invalid tersebut tetap berada dalam DPT final, ada dua persoalan yang bakal menanti. Pertama legitimasi dari hasil Pemilu 2019 yang rendah. Kedua, memberi peluang digunakan sebagai sarana curang kontestan pemilu. Kalkulasi Adyaksa, 17,5 juta pemilih invalid, sebesar sembilan persen dari total daftar pemilih tahun ini yang ditaksir bakal mencapai 190 juta pemilih.
Adyaksa berharap, adanya dugaan DPT invalid tersebut, bukan upaya dari mencari kemenangan dalam pemilu dengan cara-cara yang curang. Menghapus pemilih invalid, menurut Adyaksa relevan. Pencoblosan pemilu yang tinggal 15 hari lagi, menyisakan waktu sempit bagi KPU mengklarifikasi semua pemilih invalid. Meskipun, kata dia, KPU diberikan waktu tambahan sebelum merilis DPT final sebelum 17 April.
"Ini (pemilih invalid) tidak kecil. Ini masalah besar dengan jumlah suara yang besar," ujarnya.
Mantan menteri pemuda dan olahraga tersebut, pun menambahkan agar tak ada pihak-pihak yang sengaja menjadikan pemilih invalid sebagai modal kecurangan. DPT invalid yang diklaim mencapai 17,5 juta pemilih sebetulnya muncul dari laporan BPN Prabowo-Sandi. Sejak 19 Desember 2019, sampai 27 Maret, tim pemenangan nomor pasangan kontestan pilpres 02 tersebut, sudah tiga kali melaporkan ke KPU perihal DPT invalid. Direktur Informasi dan Teknologi (IT) BPN Agus Maksum, pada Senin (1/4) menerangkan tentang komposisi DPT invalid tersebut.
Kata dia, DPT invalid merupakan data pemilih yang terdeteksi tak wajar. Yaitu berupa angka keseragaman yang tak wajar terkait informasi tanggal dan bulan lahir seorang pemilih yang terdapat dalam DPT sementara. Selain itu, juga adanya daftar pemilih dalam kartu keluarga (KK) dengan nomor induk kependudukan (NIK) yang manipulatif. Masalah terakhir yang IT BPN temukan, juga tentang inkonsistensi NIK seorang pemilih.
BPN juga menemukan sejumlah KK dengan keanggotaan yang tak wajar mencapai ratusan. Bahkan, BPN juga menemukan pemilih dengan usia tak wajar, pun data pemilih yang belum lahir.
Direktur Media dan Informasi BPN Hashim Djojohadikusomo menyampaikan, masifnya pemilih invalid akan membuat hasil pemilu menjadi tak punya lejitimasi. Menurut dia, DPT invalid potensi masalah yang besar bagi semua kontestan pemilu.
"Kami (BPN) menyampaikan ini agar pemilu kita ini dapat dipercaya. Karena DPT invalid ini potensi masalah bersama. Bukan cuma bagi BPN, tapi bagi semua kontestan pemilu," ujarnya.
Hashim pun meminta agar KPU menyisir satu per satu pemilih invalid tersebut, atau mencoretnya dari DPT final. "Masih ada waktu bagi KPU untuk memperbaiki masalah DPT ini. Tetapi kami ingin secepatnya. Karena, jangan sampai masalah DPT invalid ini, menjadi bom waktu bagi siapa pun pemenang dalam Pemilu 2019," ucapnya.
from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2UoQHhhBagikan Berita Ini
0 Response to "KPU Disarankan Coret Pemilih Invalid dari DPT Pemilu"
Post a Comment