REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Badan Restorasi Gambut (BRG) mengakui kebakaran lahan dan hutan yang terjadi di sejumlah daerah di Provinsi Riau se panjang 2019 ini menjalar ke lahan gambut intervensi atau wilayah kerja badan pemulihan gambut rusak tersebut. Kepala Subkelompok Kerja Restorasi Gambut Riau Sarjono Budi Subechi mengatakan, BRG tengah menganalisis kebakaran yang melanda di daerah intervensi yang tercatat terjadi di Kepulauan Meranti dan Kota Dumai tersebut.
"Kita tengah menganalisis situasi tersebut. Setiap kesatuan hidrologis gambut kita analisis. Kubahnya di mana, airnya di mana, dan ke mana arah airnya," kata Sarjono, Ahad (31/3).
Lebih dari 2.800 hektare lahan di 12 kabupaten dan kota di Provinsi Riau terbakar hebat pada 2019 ini. Kebakaran terluas terjadi di Kabupaten Bengkalis dengan luas lahan mencapai lebih dari 1.000 hektare.
Kebakaran juga terjadi di Kabupaten Kepulauan Meranti dan Kota Dumai. Tiga wilayah di atas secara geografis sama-sama berada di pesisir Provinsi Riau yang dilanda musim panas cukup ekstrem dengan curah hujan minim. Dalam laporan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), kebakaran juga terpantau terjadi di daerah intervensi BRG, seperti Desa Lukun, Meranti, dan beberapa ti tik di Taman Wisata Alam (TWA) Sungai Dumai, Kota Dumai.
Kepala Kelompok Kerja Restorasi Gambut Wilayah Sumatra Soesilo Indrarto mengakui bahwa daerah intervensi BRG tidak bermakna wilayah itu terbebas dari kebakaran lahan. Tapi, dia memastikan bahwa kebakaran yang terjadi di wilayah intervensi hanya terjadi pada bagian permukaan.
Kondisi berbeda jika daerah tersebut belum masuk area intervensi BRG. Dia menyebut, kebakaran kemungkinan besar akan terjadi lebih parah karena gambut dalam kondisi benar-benar kering.
"Terbakar, tapi hanya bagian permukaan, kemarin saya cek di Meranti, tapi yang terbakar hanya bagian permukaan karena level ketinggian air gambut terjaga pada 40 sentimeter, tidak seperti yang terjadi pada 2018 di mana api masuk ke dalam bagian bawah gambut," jelas Soesilo, Ahad (31/3).
Hal yang sama juga ia jelaskan di TWA Sungai Dumai. Di areal konservasi tersebut, kebakaran terjadi di dekat sekat kanal yang dibangun BRG.
Dia mengatakan, kebakaran di TWA Sungai Dumai juga hanya terjadi di permukaan. Kedua kondisi tersebut, katanya, menjadi bahan penelitian BRG dalam upaya memulihkan gambut rusak dan mencegahnya dari terbakar.
Sementara itu, posko pengendalian kebakaran hutan dan lahan (karhutla) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melanjutkan patroli rutin dan terpadu guna mengantisipasi munculnya titik panas. "Posko Pengendalian karhutla KLHK mulai patroli rutin dan sampai pemadaman titik api," ujar Direktur Pengen da lian Kebakaran Hutan dan Lahan Raffles B Panjaitan, Sabtu lalu.
Hingga Jumat lalu, dua provinsi telah menetapkan Status Kedaruratan Bencana Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan. Riau menetapkan status darurat bencana sejak 19 Februari sampai dengan 31 Oktober 2019 atau selama 225 hari. (antara ed:nora azizah)
from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2CLaQ7iBagikan Berita Ini
0 Response to "Karhutla yang tak Kunjung Mereda"
Post a Comment