
REPUBLIKA.CO.ID, Menjelang akhir 2018, penulis kaget bukan kepalang ketika melihat meningkatnya angka bunuh diri. Satu yang bikin tercekat adalah bunuh diri di kalangan mahasiswa.
Di akhir tahun 2018, setidaknya ada tiga mahasiswa Universitas Padjajaran yang bunuh diri di kamar kosnya. Awal Maret ini, bunuh diri mahasiswa kembali terjadi. Sayangnya yang banyak melakukan bunuh diri berasal dari kalangan intelektual. Sehingga menimbulkan keprihatinan mendalam dari penulis.
Tingginya angka bunuh diri di kalangan mahasiswa tak lepas dari beban hidup yang semakin berat. Tekanan dari orangtua agar cepat lulus, sulitnya menemui dosen hingga ditolaknya skripsi, biaya pendidikan yang mahal bila harus mengulang kuliah, dan biaya untuk hidup selama kuliah. Semua itu menjadi beban pikiran sendiri sehingga mampu menyebabkan stres atau depresi.
Setiap manusia pasti diberikan ujian kehidupan. Apapun masalahnya, pasti ada solusinya. Melakukan bunuh diri merupakan bukti lemahnya iman, sedikitnya pemahaman Islam, jauhnya seseorang dari Rabb, dan sikap berputus asa terhadap rahmat-Nya.
Oleh karenanya, bagi mereka yang dirundung masalah, seharusnya bertaqorrub kepada Allah SWT, mengkaji Islam lebih dalam, mencari pergaulan yang islami, dan yakin bahwa Allah dekat dan menolong hamba-Nya. Semoga dengan upaya ini, mampu mengurangi angka bunuh diri. Wallahua'lam.
Pengirim: Nay Beiskara, Sumedang
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Menyikapi Aksi Bunuh Diri di Kalangan Intelektual"
Post a Comment