Search

Rupiah: Dari Spekulan Hingga Soal Fundamental Ekonomi

Sulit untuk mengatakan bahwa fundamental ekonomi Indonesia kuat.

REPUBLIKA.CO.ID Oleh: Gumanti Awaliyah

Bank Indonesia Perwakilan Provinsi Riau mengawasi potensi munculnya spekulan yang memborong dolar AS di saat mata uang tersebut nilainya terus menguat terhadap rupiah. Para spekulan dolar AS itu memberi andil terhadap terkaparnya rupiah belakangan ini.

"Iya, tentu itu terus kita awasi dan jadi perhatian kita," kata Pemimpin Bank Indonesia (BI) Provinsi Riau Siti Astiyah di Pekanbaru, Sabtu (8/9).

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ditutup menguat pada perdagangan akhir pekan ini. Pada Jumat (7/9), nilai dolar AS di pasar spot ditutup di level Rp 14.815 yang menunjukkan rupiah menguat 0,47 persen. Namun, nilai dolar AS diprediksi masih berpeluang untuk menguat lagi, terutama karena faktor eksternal.

Baca Juga: Rupiah Kian Keok

Menurut Siti, aksi spekulasi memborong dolar AS pada kondisi saat ini bisa membuat rupiah jauh lebih lemah. Namun, ia yakin spekulan tidak akan mudah melakukannya karena sudah ada aturan yang lebih ketat. "Ada aturan underlying untuk membeli dolar," ujarnya.

Aturan tersebut adalah jumlah nominal tertentu dalam pembelian dolar AS harus mengikuti aturan underlying transaction. Ada pembatasan pembelian diberlakukan apabila tidak terdapat underlying atau ketika sebuah perusahaan tidak memiliki kepentingan untuk membeli dolar.

BI juga terus mengawasi pembelian dolar di perusahaan jasa penukaran uang. "Ada sekitar 22 perusahaan money changer di wilayah ini," katanya.

Selain itu, upaya lain untuk mengantisipasi spekulasi memborong dolar AS adalah dengan BI bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengintervensi hingga masuk ke perbankan.

Pengusaha Rachmat Gobel menilai anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS harus dijadikan momentum untuk meningkatkan ekspor. Untuk itu, tentunya perlu ada upaya ekstra dari pemerintah untuk menyelesaikan masalah ekspor.

Dia mengungkapkan, Indonesia selama ini dipenuhi oleh badan impor dan ilegal. Oleh karena itu, dia menilai perlu membangun nilai tambah dari hasil bumi, hasil laut, dan tambang Indonesia.

"Lalu, kenapa sampai sekarang tidak bisa berkembang? Visi kita kurang, visi industri kurang, visi dagang kita masih kuat, sehingga lebih banyak ekspor barang mentah," ungkap Rachmat.

Di sisi lain, lanjut Rachmat, pengusaha juga harus diberi misi untuk mengembangkan industri, apalagi Indonesia memiliki pasar. Pasar tersebut harus dimanfaatkan agar untuk bisa ekspor.

"Indonesia bisa dijadikan basis industri yang dibangun. Saya yakin kita bisa bagaimana mendorong investasi ini," kata dia.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Suryani SF Motik menilai anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS adalah imbas tidak adanya rencana perekonomian jangka panjang. Pemerintah, kata dia, juga dinilai tidak pernah benar-benar serius mengembangkan usaha kecil dan menengah (UKM).

Selain itu, peran Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Indonesia dalam meningkatkan ekspor juga cenderung diam di tempat. Gabah dan garam saja masih sering mengimpor dari negara lain.

"Intervensi pemerintah itu kurang. Masa, garam dan gabah impor, padahal jika serius, usaha garam itu bisa dikembangkan oleh koperasi dan UKM," kata Suryani di tempat yang sama.

Dia menyampaikan, Indonesia pernah mengalami beberapa kali krisis ekonomi pada 1998 dan 2008. Jika ditelaah, kata Suryani, tindakan yang dilakukan pemerintah selalu penyelesaian jangka pendek tanpa dibarengi penyelesaian jangka panjang.

Menurut dia, penyelesaian jangka panjang untuk saat ini bisa dilakukan dengan membina dan mewadahi kreativitas anak bangsa dalam mengembangkan start-up. Lalu, pemerintah juga bisa membina pengusaha kecil dan menengah.

Suryani mengkritisi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian terkait yang dinilai tidak pernah melibatkan pengusaha dalam merumuskan suatu kebijakan. Ia menekankan, peran dan suara pengusaha juga penting untuk mempertimbangkan suatu kebijakan.

Mantan deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Profesor Anwar Nasution menegaskan, anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS karena fundamen ekonomi Indonesia lemah sekali, bukan karena faktor global atas menguatnya mata uang Paman Sam.

"Fundamental ekonomi Indonesia itu lemah sekali. Omong kosong itu kalau pemerintah bilang ekonomi Indonesia kuat," ujarnya.

Anwar menjabarkan beberapa faktor yang menyebabkan nilai tukar rupiah anjlok. Pertama, dapat dilihat dari rasio pajak Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) yang rendah sekali, hanya 10 persen. Berbeda dengan negara berkembang lain yang mencapai 20 persen.

Selain itu menurut dia, anjloknya nilai tukar rupiah juga disebabkan karena pemerintah terlalu banyak mengimpor produk daripada mengekspor. "Jadi, apa yang merdekanya negara kita? Ngutang mulu sehingga sangat rawan terhadap gejolak seperti yang sekarang ini. Semua impor, kedelai saja impor. Itu yang jadi persoalan, maka sangat rawan," ujar Anwar.

Selain itu, dia melanjutkan, lembaga keuangan di Indonesia juga masih sangat lemah. Hal itu bisa dilihat dari eksistensi bank-bank milik BUMN yang cenderung kalah oleh eksistensi bank-bank luar, seperti Maybank serta beberapa bank lain.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Golongan Karya (Golkar) Lodewijk Freidrich Paulus menilai pelemahan nilai tukar mata uang tidak hanya terjadi di Indonesia. Menurut dia, pelemahan nilai tukar mata uang terhadap dolar Amerika Serikat merupakan tren global.

"Rupiah adalah mata uang yang bertumbuh positif di Asia. Ini masalah global, bukan masalah Indonesia saja," kata dia di Rumah Aspirasi Jokowi-Ma'ruf, Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat, Sabtu.

Oleh karena itu, ia menolak jika ada pihak yang menyatakan pelemahan rupiah diakibatkan oleh kesalahan pemerintah. Menurut Lodewijk, dalam beberapa hari terakhir, rupiah telah kembali menguat.

(antara/bayu adji p, ed: firkah fansuri)

Let's block ads! (Why?)

from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2oQXZZZ

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Rupiah: Dari Spekulan Hingga Soal Fundamental Ekonomi"

Post a Comment

Powered by Blogger.