REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saat mendapatkan pasien obesitas, dokter biasanya hanya akan berfokus pada keluhan-keluhan yang disampaikan oleh pasien tersebut. Misalnya keluhan sakit kepala hingga keluhan nyeri punggung.
Padahal, pasien obesitas seharusnya tidak hanya mendapatkan penanganan medis untuk keluhan penyakit yang mereka derita. Apapun diagnosis penyakitnya, pasien obesitas juga perlu dirujuk untuk mengikuti program penurunan berat badan intensif berbasis perilaku.
Rekomendasi dari US Preventive Services Task Force ini dikeluarkan bukan tanpa alasan. Rekomendasi ini telah diperkuat oleh bukti dan rekomendasi dalam Journal of the American Medical Association.
Rekomendasi ini mengungkapkan bahwa tiap dokter yang mendapatkan pasien dengan Massa Indeks Tubuh di atas 30 perlu merujuk pasien tersebut untuk mengikuti program penurunan berat badan intensif. Secara umum, program penurunan berat badan intensif merupakan program penurunan berat badan selama satu atau dua tahun yang berfokus pada perubahan asupan pola makan dan aktivitas fisik pasien.
Program penurunan berat badan intensif biasanya menggunakan strategi yang berbeda untuk mengubah perilaku pasien obesitas. Namun secara umum, pasien obesitas yang mengikuti program ini akan didorong untuk melakukan pemantauan berat badan sendiri dan diberikan beberapa alat bantu untuk menjaga berat badan. Alat tersebut bisa berupa timbangan, pedometer hingga video olahraga sebagai panduan.
Konseling juga menjadi bagian dari sebagian besar program penurunan berat badan intensif. Biasanya ada sekitar 12 sesi konseling atau lebih di satu tahun pertama program.
Sejak 2012 lalu, US Preventive Services Task Force juga meneliti lima obat yang disetujui FDA untuk manajemen obesitas dalam jangka panjang. Panel tersebut menyimpulkan bahwa penggunaan obat yang dikombinasikan dengan program penurunan berat badan berbasis perilaku lebih efektif dibandingkan program penurunan berat badan tanpa obat.
Namun, Panel tersebut juga mengungkapkan bahwa beberapa obat memiliki efek samping yang berat dan penelitian mengenai obat penurun berat badan pun masih terbatas untuk mengetahui efek jangka panjangnya.
Oleh karena itu, rekomendasi utama US Preventive Services Task Force adalah dokter perlu merujuk pasien mereka yang obesitas untuk mengikuti program penurunan berat badan berbasis perilaku. Rekomendasi ini dinilai cukup sederhana, namun praktiknya tidak sesederhana itu.
"Bukti menunjukkan bahwa dokter layanan primer tidak berbicara dengan pasien mereka mengenai obesitas dan tidak menawarkan layanan yang dapat membantu untuk menurunkan berat badan dan menjaga kebugaran tubuh kepada mereka," papar dokter layanan primer University of Pennsylvania Chyke Doubeni seperti dilansir NPR.
Psikolog perilaku dari University of California Ashley Mason mengatakan salah satu alasan hal tersebut terjadi mungkin dikarenakan adanya keterbatasan waktu konselin antara pasien dan dokter layanan primer. Mason mengatakan waktu konsultasi yang hanya berlangsung sekitar 14 menit tidak akan cukup untuk memperhatikan semua masalah pasien, termasuk obesitas.
"Dan kapanpun pasien meninggalkan ruang dokter tanpa rencana untuk mengatasi obesitas, mereka akan tetap berada dalam risiko untuk terkena masalah kesehatan seperti hipertensi dan diabetes," jelas Mason.
Direktur Center for Obesity Prevention and Policy Research Debra Haire Joshu mengatakan dokter layanan primer tidak perlu merasa terbebani bahwa mereka adalah satu-satunya pihak yang harus mengatasi masalah obesitas pada pasien mereka. Dokter layanan primer cukup berprean untuk merujuk pasien obesitas mereka kepada ahli yang dirasa dapat membantu pasien tersebut menurunkan berat badan, misalnya ahli gizi, pelatih gaya hidup maupun psikolog.
"Sekarang kita perlu menemukan cara untuk menyampaikan sesuatu dengan lebih baik dibandingkan yang telah kita lakukan saat ini," jelas Haire Joshu.
from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2MKpkq4Bagikan Berita Ini
0 Response to "Dokter Kerap Lupakan Hal Ini Saat Mendapat Pasien Obesitas"
Post a Comment