REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Upaya penipuan yang mengatasnamakan Bea Cukai kembali marak terjadi menjelang akhir tahun. Mulai dari modus lama seperti barang kiriman dan penjualan online hingga modus yang terbilang baru seperti panggilan telepon melalui nomor yang menyerupai call center hingga panggilan notifikasi bea masuk dan pajak yang terutang.
Dilihat dari korbannya pun sangat beragam mulai dari pelajar dan mahasiswa, masyarakat awam, pejabat hingga public figur seperti atlet Asian Games. Lalu bagaimana cara mengenali modus penipuan ini sehingga masyarakat tidak menjadi korban?
Kepala Sub Direktorat Komunikasi dan Publikasi, Deni Surjantoro, menyatakan setidaknya ada tiga modus utama penipuan yang mengatasnamakan Bea Cukai seperti yang telah disebutkan di atas. Sebenarnya modusnya itu-itu saja, tetapi karena mungkin masyarakat masih belum terlalu paham atau ada hal lain, misalnya kondisi psikologis orang itu kalau menerima barang pasti senang, tidak berpikir jernih dan curiga kalau ini penipuan, sehingga masih ada yang menjadi korban.
"Khusus modus baru yaitu panggilan notifikasi bea masuk atau pajak saat ini masih kita dalami,” ujar Deni seperti dalam siaran persnya, Jumat (21/9).
Lebih lanjut Deni memaparkan secara gamblang bagaimana modus ini dijalankan. Modus pertama yakni barang kiriman adalah modus yang paling sering ditemukan. Di sini biasanya korban berkenalan dengan pelaku melalui apikasi sosial media.
Dari kedekatan di sosial media tersebut, pelaku akan memanfaatkan kepercayaan korban. Pelaku mengirimkan paket yang biasanya berisi barang berharga seperti smartphone, barang elektronik, perhiasan, tas mewah, uang atau benda berharga lain.
Dalam melancarkan aksinya tak jarang pelaku memberkan resi palsu serta membuat halaman pengecekan palsu guna meyakinkan korban bahwa paket tersebut benar benar dikirim. Ketika korban melakukan pengecekan pada halaman palsu tersebut maka seolah olah barang sudah berada di Indonesia dan tertahan di Bea Cukai.
Lalu bagaimana cara mengenali resi palsu ini? "Biasanya resi palsu itu bentuknya ya gitu-gitu aja, paling beda warna atau beda susunan, tapi formatnya mirip-mirip. Lalu biasanya jenis kirimannya adalah diplomatic courier atau domestic courier,” Deni menjelaskan.
Diplomatic courier adalah kiriman khusus yang digunakan oleh korps diplomatic yang bertugas di Indonesia sehingga tidak mungkin ditujukan oleh masyarakat biasa, sedangkan domestic courier, sesuai namanya, hanya digunakan di area domestik (negara asal). Sehingga tidak mungkin digunakan untuk pengiriman luar negeri.
Dalam modus ini kadang pelaku memanfaatkan kepercayaan korban. “Ada lho yang mengaku sudah tunangan, mengaku akan menikah dan lain lain sehingga mereka sangat percaya kalau pelaku adalah orang yang baik. Kondisi psikologi seperti ini yang kadang membuat mata hati mereka seperti tertutup dan seolah tidak percaya dengan informasi yang kita berikan,” lanjut Deni.
Modus yang kedua adalah pembelian melalui toko online di dalam negeri. Untuk menjerat korban pelaku memasang harga yang sangat tidak masuk akal dengan tambahan informasi barang Black Market (BM), barang sitaan, barang lelang bea cukai, barang tanpa melewati pemeriksaan bea cukai, barang tanpa stempel pajak dan lainnya yang seolah olah menguatkan bahwa harga tidak wajar tersebut karena tidak melewati prosedur resmi. Masyarakat diimbau untuk lebih waspada apabila menjumpai toko online semacam ini.
“Gunakan pikiran jernih, apa iya barang seperti ini ada” tanya Deni.
Dari kedua modus di atas biasanya akan berlanjut dengan adanya oknum yang mengaku sebagai petugas Bea Cukai menghubungi penerima barang yang menyatakan bahwa barang ditahan di Bea Cukai dan meminta pembayaran sejumlah nominal tertentu yang ditujukan ke rekening pribadi. Tidak jarang pelaku juga mengancam korban dengan menyatakan bahwa korban terlibat dalam perdagangan barang ilegal dan akan diproses hukum. Apabila masyarakat mendapati kejadian seperti ini, Deni meminta agar tidak panik dan terburu buru mentransfer uang.
“Ini permainan psikologi, dengan menekan korban, menakut nakuti korban, pelaku berharap korban tidak berpikir jernih sehingga masuk dalam perangkap” ujar Deni. Masyarakat diminta agar melakukan konfirmasi terlebih dahulu dengan Bea Cukai melalui saluran yang telah disediakan.
Ditambahkan oleh Deni, pada modus penjualan melalui online shop, Bea Cukai tidak melakukan pemeriksaan terhadap barang kiriman di dalam negeri. Bea Cukai hanya melakukan pemeriksaan atas barang kiriman yang berasal dari luar negeri serta dari dalam area Free Trade Zone (FTZ) yang dikirimkan ke dalam wilayah Indonesia.
Selain itu guna memudahkan masyarakat melakukan pengecekan proses barang kiriman di Bea Cukai serta untuk mengetahui besaran pungutan bea masuk dan pajak impor, Bea Cukai juga telah menyediakan laman pengecekan khusus yang dapat diakses melalui alamat www.beacukai.go.id/barangkiriman.
Modus terakhir berupa panggilan notifikasi bea masuk dan pajak. Modus ini terbilang baru dan lebih rapi. Pada modus ini, korban akan dihubungi oleh nomor dengan awalan +6277, +6288, +1500 atau tidak menutup kemungkinan melalui nomor lain.
Apabila panggilan ini diangkat akan terdengar suara mesin yang menyatakan bahwa penerima telepon mendapatkan notifikasi bea masuk dan pajak yang belum diselesaikan dan diarahkan untuk menekan angka nol. Apabila penerima menekan angka nol, maka akan tersambung dengan operator yang mengaku sebagai petugas.
Yang berbahaya dari modus ini, oknum petugas akan meminta data pribadi seperti nama lengkap dan nomor KTP dengan dalih pengecekan data. Apabila masyarakat menerima panggilan seperti ini dihimbau agar segera mematikan panggilan tersebut.
“Yang bahaya selain penipuan berupa materi, disini data korban juga dicuri. Kita tidak tahu akan diapakan data ini” kata Deni.
Lalu bagaimana cara menghindari penipuan yang mengatasnamakan Bea Cukai ini? Setidaknya ada tiga hal yang dapat dilakukan. Pertama adalah dengan mengenali rekening yang digunakan pelaku. Untuk diketahui pembayaran bea masuk dan pajak impor menggunakan kode billing maupun dokumen SSPCP.
Di sini normalnya tagihan akan dibayarkan oleh Perusahaan Jasa Titipan (PJT) terlebih dahulu. Penerima barang baru melunasi tagihan melalui PJT ketika menerima barang.
Apabila tujuan pengiriman adalah rekening pribadi maka dipastikan itu penipuan. Rekening pribadi adalah rekening yang mencantumkan nama pemilik pada data nomor rekening.
“Pokoknya kalau masih ada nama orang disitu, itu masih dikategorikan sebagai rekening pribadi. Misalnya, Rekening Bendahara Bea Cukai atas nama xxxx, ini masih rekening pribadi karena masih ada nama xxxx di data rekening. Jadi walaupun ada embel embel bendahara,kepala kantor atau jabatan apapun sepanjang masih menyebut nama, itu masih kategori rekening pribadi,” tegas Deni.
Kedua adalah dengan memanfaatkan laman pengecekan Bea Cukai untuk mengetahui apakah suatu kiriman dari luar negeri benar benar ada. Terakhir jangan ragu untuk menghubungi Bea Cukai apabila dihubungi oleh oknum yang mengaku sebagai petugas Bea Cukai.
Bea Cukai sangat mudah dihubungi baik lewat sosial media melalui fanspage https://ift.tt/2QOXEUr, https://ift.tt/2xzFbCm, Twitter @BeaCukaiRI, Twitter @BravoBeaCukai serta Instagram @BeaCukaiRI. Selain itu tersedia juga saluran telepon di 1500225 (tanpa kode awalan +) dan email info@customs.go.id
“Kami harap masyarakat lebih waspada dan selalu aktif berkonsultasi dengan kami melalui saluran yang disediakan” pungkas Deni.
from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2QO5RbaBagikan Berita Ini
0 Response to "Cermati Modus yang Sering Digunakan Oknum Bea Cukai"
Post a Comment