Search

Bertahan Menanti Siswa

Total jumlah siswa dari kelas satu sampai enam di SDN Cibeber hanya ada 42 siswa.

REPUBLIKA.CO.ID, CIBEBER -- Enam bocah berseragam putih merah tampak asyik menggoreskan pensil warna pada sehelai gambar yang ada di atas meja mereka, Jumat (7/9) lalu. Sementara seorang guru muda, berdiri di depan kelas dan memerintahkan para siswanya itu untuk menuliskan nama masing-masing pada gambar yang telah selesai diwarnai.

Tak ada suara gaduh di dalam ruang kelas satu SDN Cibeber, Desa Cibeber, Kecamatan Sukagumiwang, Kabupaten Indramayu itu. Maklum saja, tak ada siswa lain di ruang kelas tersebut selain keenam bocah tersebut.

Suasana sepi di dalam ruang kelas pun tak hanya terlihat di ruang kelas satu, melainkan di lima kelas lainnya di sekolah tersebut. Sebab, kelima kelas lainnya pun sama-sama memiliki jumlah siswa yang minim.

Di kelas dua, tercatat ada sembilan siswa. Di kelas tiga, hanya lima siswa. Di kelas empat, ada sembilan siswa. Di kelas lima hanya lima siswa dan di kelas enam ada delapan siswa. Dengan demikian, total jumlah siswa dari kelas satu sampai enam di SDN Cibeber hanya ada 42 siswa.

Sejak beberapa tahun terakhir, minat warga setempat untuk menyekolahkan anak-anak mereka ke SDN Cibeber memang rendah. Padahal, sekolah tersebut merupakan satu-satunya SD Negeri di desa itu. Akibatnya, jumlah siswa di sekolah yang terletak persis di sebelah Balai Desa Cibeber tersebut selalu minim.

''Mayoritas anak-anak (usia SD) di sini lebih memilih sekolah di MI (Madrasah Ibtidaiyah),'' terang Kepala Sekolah SDN Cibeber, Bagyana Kusminarta.

Ada dua MI di Desa Cibeber. Dua-duanya berstatus sebagai sekolah swasta. Bagyana mengatakan, dirinya beserta empat guru Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan empat tenaga sukarelawan (sukwan) yang ada di SDN Cibeber selama ini terus berusaha mencari siswa.

Mereka terjun ke masyarakat,  mengumpulkan semua stakeholder mulai dari tingkat RT dan RW, untuk mengajak para orang tua agar menyekolahkan anak-anak mereka ke SDN Cibeber. Sayang, usaha yang mereka lakukan belum membuahkan hasil yang diharapkan.

''Padahal sekolah di sini gratis, tidak ada pungutan sama sekali,'' tegas Bagyana.

Namun di sisi lain, Bagyana mengakui, sekolah yang dipimpinnya memang tidak memiliki fasilitas yang lengkap. Salah satunya fasilitas toilet. Akibatnya, jika para siswa, termasuk guru, ada yang ingin buang air kecil ataupun buang air besar, harus pulang ke rumah masing-masing terlebih dulu.

Tak hanya itu, kerusakan bangunan terutama pada plafon atau langit-langit, terlihat dimana-mana. Berdasarkan pantauan Republika.co.id, plafon di sepanjang lorong sekolah itu berlubang di mana-mana. Kondisi serupa juga terlihat pada plafon di setiap ruang kelas. Tak hanya itu, dinding yang gompel juga terlihat di sejumlah titik di dalam ruang kelas.

Sekolah itupun hanya memiliki lima ruang kelas. Dari jumlah itu, hanya empat ruang kelas yang difungsikan sebagai tempat kegiatan belajar mengajar. Karena tak cukup, terpaksa ada kelas yang harus bergantian. Sedangkan satu ruang kelas lainnya, difungsikan sebagai ruang guru yang digabung dengan ruang kepala sekolah, ruang TU sekaligus sedikit untuk ruang tamu jika ada tamu yang berkunjung.

Meski dengan jumlah siswa yang minim maupun fasilitas yang masih kurang, asesor yang melakukan penilaian pada 2016 lalu menyatakan sekolah tersebut layak dipertahankan dan tidak dimerger dengan sekolah lainnya. Alasannya, sekolah itu merupakan satu-satunya sekolah negeri di Desa Cibeber.

Sementara itu, salah satu orang tua siswa, Nurhasanah, mengaku sengaja menyekolahkan anaknya di SDN Cibeber karena dekat dengan rumahnya. Meski dia mengakui, harus pulang ke rumah dulu saat anaknya hendak buang air kecil atau besar.

"Sekolah di sini gratis. Buku pelajaran dan alat sekolah juga dikasih,’’ tandas ibu dari siswi kelas satu bernama Kamelia itu.

Let's block ads! (Why?)

from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2MdpR3J

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Bertahan Menanti Siswa"

Post a Comment

Powered by Blogger.