![](https://s.republika.co.id/uploads/images/inpicture_slide/jamaah-haji-melakukan-tawaf-wada-mengelilingi-kab-bah-di-masjid-_170905000713-108.jpg)
Laporan Wartawan Republika.co.id, Fitriyan Zamzami dari Jeddah, Arab Saudi.
IHRAM.CO.ID, Junawan (35 tahun) memilih melakukan tawaf wada’ mengelingi Ka'bah di Masjidil Haram pada menit-menit terakhir. Pria asal Palasari, Sumedang itu sedianya harus sudah bertolak ke Bandara King Abdulaziz, lewat tengah malam begitu hari memasuki Senin (27/8).
Rekan-rekan serombongannya sudah melakukan tawaf wada’ setelah mengikuti Shalat Ashar di Masjidil Haram. Sementara Junawan memilih bertawaf selepas Isya atau sekira pukul 21.30 waktu setempat. “Masih betah saya, enggak mau cepat-cepat pulang,” kata dia saat ditemui di Bandara King Abdulaziz, Jeddah, Senin pagi.
Di bandara, ia mengenakan gamis putih laiknya penduduk lokal. Kopiah putih di kepalanya, absah dikenakan sehubungan empunya kepala sudah menunaikan ibadah haji.
Junawan bakal berangkat sekitar pukul 09.00 pagi ke Bandara Soekarno-Hatta untuk kemudian menuju Debarkasi Jakarta-Bekasi. Selepas dari situ, ia akan bertolak ke rumahnya di Sumedang.
Buat Junawan, seperti buat jamaah lainnya, perjalanan ke Tanah Suci untuk melaksanakan rangkaian ibadah haji bakal sulit ia lupakan. Bagaimanapun, mereka terpilih jadi mereka-mereka yang harus pertama kali meninggalkan Tanah Suci pada hari pertama gelombang perdana kepulangan. Sebanyak 15 kloter akan terbang sepanjang hari pertama kepulangan itu, sedikitnya 6.000 jamaah bakal diangkut ke Indonesia.
Belum lagi naik pesawat, terlepas dari ibadah haji yang menguras fisik, Junawan mengatakan ia sudah merindukan Tanah Suci. “Sampai nangis saya di Ka'bah tadi malam. Minta bisa kembali lagi sama istri,” kata pria yang berprofesi sebagai pedagang tersebut.
Baca: PPIH Imbau tak Jemput Jamaah Haji di Debarkasi Bekasi
Betapapun masih ingin tinggal, ia tak bisa memungkiri rindu juga dengan kampung halaman. Sang istri yang keberangkatannya terhalang waktu pendaftaran yang berbeda serta anak-anaknya tak lepas dari pikirannya.
Demikian juga yang dirasakan Asep Amin dan Nok Sumartini. Buat pasangan kakek-nenek yang juga berasal dari Sumedang itu, tiga cucu mereka yang masih kecil-kecil jadi alasan yang bikin tak sabar naik ke pesawat. “Cucu-cucu baru. Lagi lucu-lucunya,” kata Asep.
Ia menuturkan, punya dua cucu lelaki dan satu perempuan. Yang paling tua umurnya baru empat tahun. Asep dan istri nampak membawa sejumlah mainan di tangan mereka. Asep menggendong satu unit traktor radio kontrol. Sedangkan Sumartini membawa satu boneka perempuan dan satu helikopter radio kontrol. Peraturan ketat di bandara membuat oleh-oleh tersebut tak boleh masuk tas tambahan.
Sumartini mengenang, fase ibadah di Arafah-Muzdalifah-Mina (Armuzna) jadi yang paling berat yang harus ia jalani di Tanah Suci. Meski sudah biasa ke sawah di Tanah Air, ia mengakui tak sekuat sewaktu muda dulu. “Tapi alhamdulillah enggak sakit. Hanya kena flu sedikit,” kata dia.
Sedangkan Laelatul Nuhasanah sudah nampak semringah sejak turun dari bus di Bandara Jeddah. Ia melangkah dengan mantap menggandung ibundanya menuju gerbang keberangkatan, begitu jamaah dari Kloter 1 Debarkasi Surabaya dibariskan.
Berita Terkait
Perempuan berusia 23 tahun dari Panji, Situbondo itu mengatakan, senang sudah menyelesaikan ibadah hajinya. Di bandara pagi itu, pikirannya sudah pada yang terkasih di Tanah Air. “Saya baru dua bulan menikah,” kata dia sembari tertawa lebar.
Belum puas berbulan madu, ia menuturkan sudah harus menyiapkan keberangkatan ke Tanah Suci mendampingi ibundanya. Aan Hasanah (70) juga tak kurang rinduya dengan kampung halaman di Tasikmalaya, Jaea Barat. Menurutnya, keluarga sudah menyiapkan acara penyambutan di Tanah Air. “Alhamdulillah sudab bisa haji dengan selamat. Minta doanya supaya sehat sampai di Tanah Air,” kata dia sembari membawa koper jinjing menuju pesawat.
from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2LwPdcBBagikan Berita Ini
0 Response to "Dari Rindu Cucu Hingga Rindu Kekasih"
Post a Comment